Kata karet berasal dari kata India cau-uchu, yang berarti “pohon menangis”. Karet alam diproduksi dengan cara mengentalkan dan mengeringkan lateks yang keluar pada saat penyadapan pohon karet. Pada tahun 1770, ahli kimia Inggris J. Priestley menemukan bahwa karet dapat digunakan untuk menghapus tulisan pensil. Pada saat itu, bahan yang digunakan untuk keperluan ini disebut karet, dan istilah tersebut masih digunakan sampai sekarang. Rantai molekul karet dapat dihubungkan secara silang. Ketika karet ikatan silang mengalami deformasi oleh gaya luar, ia memiliki kemampuan untuk pulih dengan cepat dan memiliki sifat fisik dan mekanik serta stabilitas kimia yang baik. Karet merupakan bahan baku dasar industri karet dan banyak digunakan dalam pembuatan ban, selang, pita perekat, kabel dan berbagai produk karet lainnya. Pohon Hevea menghasilkan karet paling komersial. Ia mengeluarkan getah yang mengandung emulsi karet dalam jumlah besar ketika terluka (misalnya kulit batang dipotong).
Selain itu, pohon ara dan beberapa tanaman Euphorbiaceae juga menyediakan karet. Jerman mencoba memperoleh karet dari pabrik-pabrik ini selama Perang Dunia II ketika pasokan karetnya terputus, namun kemudian beralih ke produksi karet buatan.
Pohon karet asli tumbuh di Amerika Selatan, namun setelah transplantasi buatan, banyak pohon karet juga ditanam di Asia Tenggara. Faktanya, Asia telah menjadi sumber karet terpenting.